Ciputat – Kota Tangerang Selatan bersiap menjadi titik awal transformasi besar dalam pengelolaan sampah dan energi. Proyek Waste to Energy (WTE) atau pengolahan sampah menjadi listrik senilai Rp2,6 triliun akan segera dibangun, mengubah wajah TPA Cipeucang menjadi kawasan berbasis teknologi tinggi yang mendukung energi berkelanjutan.
Proyek ini merupakan hasil kerja sama antara PT PLN (Persero), Tangsel Eco Energi, dan perusahaan asal China, Shanghai Electric. Berlokasi di lahan seluas 10 hektare di kawasan Serpong, fasilitas ini dirancang untuk mengolah hingga 1.000 ton sampah per hari dan menghasilkan listrik sebesar 15 hingga 20 megawatt.
“Kami berkomitmen mendukung penuh kerja sama antara PLN dan Tangsel Eco Energi agar proyek ini segera terealisasi. Fasilitas ini akan mengolah 1.000 ton sampah per hari,” ujar Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie.
Menurut penjelasan resmi, proyek ini tidak hanya dirancang untuk mengatasi persoalan sampah, tetapi juga untuk mendukung agenda besar transisi energi bersih di Indonesia. Pihak PLN menyatakan bahwa pembangunan ini merupakan bagian dari langkah strategis dekarbonisasi sekaligus penguatan ketahanan energi nasional.
“PLTSa ini akan menjadi pionir dalam pengelolaan sampah perkotaan berbasis teknologi dan menciptakan energi bersih,” ujar Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo.
Shanghai Electric akan membawa teknologi insinerasi modern yang memungkinkan pembakaran sampah secara efisien dengan dampak lingkungan yang minim. Teknologi ini diyakini mampu menyuplai listrik untuk ribuan rumah tangga sekaligus mempercepat adopsi energi ramah lingkungan di kawasan urban.
Konstruksi proyek dijadwalkan dimulai pada 2025 dan ditargetkan mulai beroperasi secara komersial pada 2026. Selain manfaat energi, proyek ini diperkirakan akan membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan kualitas pengelolaan lingkungan di wilayah Tangerang Selatan.
Namun, proyek sebesar ini juga menuntut tata kelola yang akuntabel. Berbagai pihak mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap potensi dampak lingkungan, transparansi proses investasi, dan kesinambungan operasional pasca-konstruksi. Harapan masyarakat tidak sekadar tertuju pada selesainya proyek, tetapi juga pada efektivitasnya dalam memberi dampak nyata dan berjangka panjang.
Dengan investasi triliunan rupiah dan teknologi asing yang dibawa masuk, Tangsel tidak lagi sekadar menjadi kota penyangga, melainkan aktor utama dalam eksperimen energi dan lingkungan urban. Kini, semua mata tertuju pada realisasi janji besar ini: menjadikan sampah bukan lagi beban, melainkan sumber daya baru untuk masa depan.
*